Senin, 12 April 2010

Senjata Api Ilegal

Edwin Juga Tersangkut Kepemilikan Senjata Api Ilegal

 

Pontianak (ANTARA) - Tersangka Edwin Rahadi Usman pemilik pabrik ekstasi kini juga tersangkut kepemilikan dua senjata api dan ratusan amunisi ilegal, kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Poltabes Pontianak Ajun Komisaris (Pol) Sunaryo.
Sunaryo dalam keterangan persnya di Pontianak, Senin, mengatakan dua pucuk senjata api jenis FN dan Colt buatan Amerika Serikat dan ratusan butir peluru di temukan di kamar Edwin dilantai dua di Jalan Suprapto VII No. 3, Sabtu (10/4) kemarin.
Kepolisian juga menemukan uang dolar palsu pecahan 100 dolar AS sebanyak 6.030 lembar siap edar di rumah tersangka Edwin di Jalan Jl Adisucipto No 264, Pontianak, Minggu (11/4) kemarin di lantai dua juga di kamar tertutup.
Sunaryo menjelaskan, penemuan dua pucuk senjata dan ratusan butir peluru itu ketika dilakukan penggeledahan ulang oleh pihak kepolisian dalam menelusuri kasus kepemilikan pabrik ekstasi dan pembunuhan berencana terhadap seorang remaja bernama Uray Qory (19).
Ratusan butir peluru yang diamankan tersebut, diantaranya jenis kaliber 9 mm sebanyak 160 butir, jenis colt 42 butir, peluru gas air mata 4 butir, peluru senjata api jenis bomen 6 butir, peluru kaliber 556 mm sebanyak 46 butir, dan kaliber 4,5 mm sebanyak 18 butir.
Selain itu, polisi juga menyita satu sarung senjata api jenis Colt dan koper untuk penyimpanan dua senjata api dan ratusan pelurunya.
Sunaryo menjelaskan, menurut pengakuan tersangka Edwin, dirinya tidak mengetahui siapa pemilik senjata api dan ribuan lembar uang dolar palsu pecahan 100 dolar AS tersebut. "Tapi kami tidak butuh pengakuan, melainkan bukti-bukti yang mengarah bahwa senjata api dan uang palsu tersebut milik tersangka," katanya.
Apalagi, ada bukti foto Edwin yang sedang berpose memegang senjata dalam keadaan latihan menembak, kata Sunaryo.
"Edwin juga mengakui kalau dirinya hobi menembak," ujarnya.
Sunaryo menjelaskan, tersangka Edwin akan dikenakan UU Darurat No. 12 tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun, serta kepemilikan uang palsu dengan ancaman lima tahun kurungan penjara.
Edwin Rahadi Usman, putra sulung mantan sekretaris daerah Kalbar, almarhum Henri Usman, tersangkut kasus pembunuhan seorang remaja bernama Uray Qory (19). Selain itu, ia juga memiliki pabrik pembuatan ekstasi di dua rumahnya di Jl Suprapto VII No. 3 dan Jl Adisucipto No 264, Pontianak.
Tersangka Edwin Rahadi Usman ditetapkan sebagai pelaku utama untuk kasus pembunuhan berencana dengan korban Uray Qory (19), bersama empat rekannya Agil, Wina, Herman, dan Teguh.
Untuk kasus narkotika, tujuh tersangka, yaitu Edwin Rahadi Usman, Agil, Wina, Herman, Teguh dan dua tersangka baru, Reza dan Fitri.
Edwin Rahadi diancam pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 KUHP, subsider Pasal 338 KUHP, serta dijerat UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati atau 20 tahun penjara.
Selain Edwin Rahadi, empat rekannya juga diancam dengan pasal berbeda, yaitu Agil, Wina, Herman, dan Teguh dikenakan pasal penyertaan yang membantu tersangka utama memuluskan aksi kekerasan hingga menyebabkan korbannya meninggal dunia.
Kemudian, tersangka utama Edwin Rahadi, Agil, Wina, Teguh, Herman, Reza dan Fitri diancam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan hukuman maksimal seumur hidup dan kurungan penjara 20 tahun.
Hasil pemeriksaan sementara, korban dihabisi karena dituduh telah membocorkan rahasia pabrik ekstasi yang selama ini tersangka operasikan.
Korban disiksa tanpa busana oleh Edwin Rahadi menggunakan besi bulat sepanjang 45 centimeter, sehingga sekujur tubuhnya lebam-lebam selama tujuh jam hingga menghembuskan nafas terakhirnya.
Karena sewaktu disiksa korban tidak mau mengaku, maka tersangka kalap dan menghabisi Uray Qory yang juga pacarnya.
Kepolisian Kota Besar Pontianak telah menyita puluhan botol yang berisi bahan kimia cair, belasan kaleng berisi bahan baku padat serta mesin pencetak ekstasi.
Barang-barang tersebut ditemukan di rumah tersangka Edwin di Jalan Adi Sucipto di samping Gang Nusantara No. 264, kata Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar (Pol) Suhadi SW.
Ia mengatakan, kepolisian juga menyita sebanyak 144 ekstasi di rumah tersangka di Jalan Adi Sucipto dan sebanyak 1.876 butir ekstasi di rumah tersangka di Jalan Suprapto.
Selain itu, polisi juga menemukan satu buah laptop. Setelah dicek, ada beberapa file tentang cara pembuatan ekstasi, kokain, dan meta afetamin.
Terungkapnya pabrik pembuatan ekstasi di Pontianak itu bermula dari kasus penganiayaan dan pembunuhan terhadap Uray Qori (19) pada Jumat pekan lalu.
Mayat Uray Qori ditemukan di kawasan Mandor, Kabupaten Landak atau sekitar 150 kilometer dari Kota

Setelah Kunjungan WAPRES Boediono

Lagi, Dua Menteri Kunjungi Kalbar
 
 
 
 
Tribun Pontianak/Galih Nofrio Nanda


Terakhir, pejabat pusat yang berkunjung ke Kalbar, Wapres Boediono, bersama sejumlah menteri. Foto ini saat Wapres didampingi Kapolda Kalbar melakukan jogging di Jl A Yani Kota Pontianak.
PONTIANAK, TRIBUN - Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan dijadwalkan berkunjung ke Kota Pontianak, Kalbar, Senin (12/4/10) pagi. Ia akan membuka sebuah seminar yang digelar Fauna Flora Indonesia (FFI) tentang hutan desa, di Hotel Santika Pontianak.

"Secara simbolis, akan diserahkan surat pengajuan hutan desa dari empat desa di Ketapang kepada Pak Menteri," ujar Kabag Humas dan Protokol Pemprov Kalbar, Johanes Numsuan Madsun kepada Tribun, Minggu (11/4/10).

Siangnya, lagi-lagi Kalbar menerima kunjungan Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta. Bersama Menhut Zulkifli dan Gubernur Kalbar Cornelis, Hatta melakukan kunjungan kerja ke Nanga Pinoh, Melawi.

Besoknya, Selasa (13/4/10), kunjungan mereka dilanjutkan ke Kapuas Hulu untuk menghadiri pertemuan dengan aktivis rimbawan. Perjalanan pulang ke Kota Pontianak, mereka akan memantau kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia lewat udara.

Menurut catatan Tribun, ini kali ketiga Kalbar dikunjungi Menhut Zulkifli. Sementara Menteri LH Hatta baru pertama kali melakukan kunjungan kerja ke Kalbar.

KERABAT Kesultanan Sambas Geram

Kamis, 08 April 2010 , 01:21:00

 

Uray Iskandar, ayah dari almarhumah Uray Qori. Keluarga Uray Qori meminta keadilan, gadis itu berusaha mengadu nasib ke Pontianak untuk menyokong ekonomi keluarga, namun malah disiksa hingga tewas. Dalam kesakitannya Uray Qori yang telanjangi dan berlumuran darah karena digebuki tanpa ampun, disetubuhi bergantian, akhirnya menghadap ke Allah Subhanallahu wa Ta'ala. Andai memang pelakunya Muslim (orang beragama Islam), maka hukum menyetubuhi wanita belum dinikahi walaupun suka sama suka, kalau sampai kena zina muhson, maka hukumnya diarajam, artinya tubuhnya dipendam dalam tanah dan hanya dinampakkan kepalanya saja, kemudian sesudah sholat Jumat, seluruh jemaah shalat Jumat melemparinya dengan batu hingga mati, kalau belum mati, maka harus mati dengan lemparan batu melebihi besaran kepalanya, sampai mati. Kalaupun tidak dihukum dengan syariah Islam (seperti Indonesia yang bukan memakai hukum Islam), Allah (arti bahasa Indonesia-nya adalah Tuhan) -hanya Allah yang tahu- menganggapnya mayat hidup. Uray Qori dari Melayu Sambas, Insya Allah seorang Muslimah (wanita beragama Islam), semoga di Indonesia yang menganut hukum negara ini, memberikan keadilan hakiki dengan menghukum pelaku penyiksanya 7 jam, pemerkosanya bergiliran, dan pembunuhnya dengan sadis dihukum dengan hukum negara yang setimpal. Allahu Akbar (Tuhan Maha Besar) untuk arwah Uray Qori/ (FOTO Muhammad Ridho Mawardi/ Equator)
SAMBAS. Tindakan biadab yang dilakukan komplotan Edwin Rahadi, 38, telah membuat gerah berbagai kalangan. Kali ini datang dari Ikatan Kerabat Muda Kesultanan (IKMK) Sambas yang meminta agar polisi bekerja profesional menangani kasus pembunuhan terhadap wanita asal Bekut Kecamatan tebas, Uray Qori, 19. “Kasus Edwin Rahadi putra mantan Sekda Kalbar ini bukanlah yang pertama. Sangat banyak kasus besar yang dilakukannya mencuat di media, tetapi masa tahanannya tidak sesuai tindakan yang dilakukannya. Karena dalam waktu tidak lama, sudah bebas kembali,” kata Uray Saukad, Ketua IKMK Sambas didampingi Uray Arifin, Uray Arman dan Uray Safari dalam jumpa pers, Rabu (7/4) di Sambas. 

IKMK Sambas dalam menyikapi kasus tersebut telah membuat tiga poin rekomendasi. Pertama, kejadian pembunuhan terhadap Uray Qori merupakan kasus kriminal murni dan tak ada kaitannya dengan unsur SARA. Kerabat muda Kesultanan Sambas meminta agar Polri dan penegak hukum lainnya menangani kasus ini secara profesional. Jangan sampai putusan pidana yang diberikan kepada pelaku nantinya dapat mengusik rasa keadilan kami.

Kedua, pelaku sebelumnya pernah membuat kasus yang menghebohkan Kalbar (kasus penyekapan dan penyiksaan). Namun karena di proses secara tidak profesional, pelaku bebas dengan mudah. Seharusnya saat ini pelaku masih dipenjara. “Jangan karena pelaku orang kaya dan anak pejabat maka hukuman bisa kurang,” ujar Uray Saukad dengan nada geram.

Ketiga, IKMK Sambas meminta kalangan kerabat untuk melihat kasus ini secara proporsional dan mengawal terus proses penanganannya oleh pihak penegak hukum. “Dari rekomendasi ini, kami mengecam tindakan yang dilakukan Edwin. Perbuatannya harus mendapat hukuman setimpal hingga tidak merugikan kerabat kami,” ujar Uray Saukad.

Hal senada diungkapkan Uray Arifin yang menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut kepada pihak berwajib. “Tetapi bukan berarti kami tidak akan mengawal kasus ini. Dari rekomendasi yang kami buat bersama sudah jelas kami tidak ingin putusan pidana yang diberikan kepada pelaku dapat mengusik rasa keadilan kami,” tegasnya. (edo)

EDWIN RAHADI terancam hukuman mati

Kamis, 08 April 2010 , 03:26:00

 

Edwin Rahadi, pembunuh Uray Qori, 19, warga Bekut, Tebas, Kabupaten Sambas di rumah mendiang mantan Sekda Kalbar H Hendri Usman, Jumat malam (2/4) lalu.
Edwin sungguh keji dan brutal menyiksa seorang gadis belia. Bahkan ketika ajal hampir menjemput, dua orang komplotannya disuruh mencabuli korban.

PONTIANAK. Pembunuhan terhadap Uray Qori, 19, warga Bekut, Tebas, Kabupaten Sambas oleh Edwin Rahadi di rumah mendiang mantan Sekda Kalbar Hendri Usman, Jumat malam (2/4) lalu dilakukan secara keji. Korban disiksa terlebih dahulu selama 7 jam.

“Magrib habis makan malam, korban disiksa, dipukul pakai batangan besi dan ditelanjangi oleh Edwin. Penyiksaan itu baru berakhir setelah korban tewas sekitar pukul 01.00 dini hari (Sabtu, 3/4),” ucap Brigjen Pol Drs Erwin TPL Tobing, Kapolda Kalbar kepada sejumlah wartawan di Mapoltabes Pontianak, tadi malam.

Dari hasil sementara pemeriksaan polisi, pembunuhan terhadap Qori terjadi karena Edwin khawatir aktivitasnya yang memiliki dan memproduksi ecstasy di rumah tersebut terbongkar ke luar. Sebab sebelum pembunuhan itu dilakukan, korban pernah keluar rumah tanpa meminta izin Edwin.

“Intinya dia (Edwin, red) ada kecurigaan berat kepada korban. Dia ketakutan orang luar tahu karena pernah korban keluar tanpa izin dari Edwin,” ucap Erwin.

Atas dorongan ketakutan tersebut, pelaku mencoba mengorek keterangan dari Qori dengan jalan menyiksanya secara sadis dan brutal. Dalam penyiksaan itu, korban dipukul hingga beberapa bagian tubuhnya, terutama di bagian pergelangan tangan ada yang patah. Bagian belakang kepala juga luka dan berdarah.

Penyiksaan itu sendiri sebenarnya diketahui oleh Wn, Ag alias Ak dan Pg yang tinggal dalam satu kamar di rumah tersebut. “Tapi ketiga orang ini tidak berani berbuat apa-apa untuk menghentikan penyiksaan yang dilakukan pelaku,” kata Erwin.

Dalam keadaan lemah dan tanpa busana, Qori mencoba lari ke luar rumah. Nahasnya, Hr, satpam yang menjaga rumah tersebut tidak berusaha untuk membantu meskipun sudah mengetahuinya. Akibatnya, pelaku kembali menyeret korban ke dalam rumah.

“Saya prihatin ada orang telanjang lari keluar rumah minta tolong, kok tetangga diam saja. Petugas sekuriti yang ada di sana juga diam saja. Kita akan teliti,” cetus Erwin.

Korban yang sudah sekarat kemudian kembali dipukuli. Edwin bahkan menyuruh Ag dan Pg untuk menyetubuhi korban. “Tapi keduanya tidak mau,” tegasnya.

Sejak Selasa (6/4), Edwin sudah ditetapkan polisi sebagai tersangka utama dalam kasus pembunuhan tersebut. Selain dia, status tersangka juga dikenakan kepada Wn, Ag, Pg dan Hr karena dinilai sudah melakukan pembiaran.

“Sedangkan untuk narkoba Edwin dan Wn juga menjadi tersangka bersama dua tersangka lain yakni Sr dan Fr,” ujarnya.

Jajaran Poltabes dan Polda Kalbar terus menguber beberapa orang lainnya yang terlibat dalam kasus ini. Hingga kemarin, terdapat tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari tujuh orang yang sudah ditangkap, satu orang di antaranya yakni Ag baru ditangkap kemarin siang di Tanjung Gundul Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang. Penangkapan dipimpin langsung IPDA Muchsit Sefian serta lima orang anggota Reskrim Poltabes Pontianak.

Khusus barang bukti narkoba, polisi berhasil mengamankan 1876 butir ecstasy di rumah Jalan Suprapto. Sedangkan barang bukti di rumah Edwin Jalan Adi Sucipto ditemukan sebanyak 144 tablet yang diduga ecstasy.

Ancaman hukuman

Kapoltabes Pontianak Kombes Pol Asep Syahrudin menegaskan, pihaknya tidak akan pandang bulu terhadap para pelaku pembunuhan dan pembuatan narkoba dengan pasal berlapis. Mereka sudah menyiapan pasal untuk menjerat para pelaku.

Edwin dipastikan mendapat ganjaran pasal berlapis sebagai pelaku utama pembunuhan dan pemilik pabrik ekstasi. Edwin terancam pasal 340 primer subsider 338, lebih subsider lagi 353 ayat 3 KUHP.

Sedangkan untuk kasus narkoba, pasal yang dikenakan adalah UU No 35 2009 tentang narkoba terutama pasal 114 yang menjelaskan menjadi perantara dalam jual beli, membeli, menjual, menerima narkotika diancam dengan hukuman mati.

Pasal 113, mengekspor, mengimpor atau menyalurkan ancaman maksimal hukuman mati. Pasal 112, memiliki, menyimpan atau menyediakan narkoba ancaman maksimal 20 tahun. Pasal 129 huruf a memiliki, menyimpan, menguasai, precursor narkotika ancaman maksimal 20 tahun penjara. Jadi walaupun belum jadi narkoba, sudah ada precursor alat pembuatan narkoba sudah dikenakan hukuman 20 tahun,” terangnya. (bdu/arm)

JARINGAN NARKOBA Erwin Rahadi

JARINGAN NARKOBA Erwin Rahadi



 
Jum'at, 09 April 2010 , 01:59:00

 



  

JARINGAN NARKOBA Erwin Rahadi

Jum'at, 09 April 2010 , 01:59:00

   
Melalui -maaf- pengorbanan almarhumah Uray Qori yang meregang nyawa, jaringan Edwin Rahadi mulai dibongkar kepolisian. (FOTO : Tomi Fahrurazi/ Equator)
Polisi bekerja ekstra. Perburuan menangkap para tersangka pabrik ecstasy terus dilakukan. Khusus delik pembunuhan, waspada modus pura-pura gila.

PONTIANAK. Satu persatu tersangka yang terlibat dalam penemuan pabrik ecstasy dengan pelaku utama Edwin Rahadi, 38, terus diburu. Jumlah tersangka bertambah menjadi tujuh orang, menyusul satu tersangka yakni Reza, ditangkap di Pontianak Timur, Kamis (8/4) siang kemarin.

“Untuk kasus narkoba (ecstasy), ada penambahan satu orang tersangka, Reza,” ungkap Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Drs Erwin TPL Tobing melalui Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Drs Suhadi SW MSi kepada wartawan, kemarin.

Reza diketahui sebagai orang yang mengatur komposisi dan juru timbang bahan-bahan yang akan digunakan untuk memproduksi ecstasy. Reza mahir dalam meracik untuk membuat pil setan tersebut. “Dia ditangkap di kawasan Pontianak Timur dan sudah dibawa ke Mapoltabes untuk diperiksa,” beber Suhadi.
Dengan tertangkapnya Reza, polisi sudah menetapkan sedikitnya tujuh orang tersangka dalam kasus itu. Enam tersangka yang sudah terlebih dahulu ditangkap adalah Edwin Rahadi, Wina, Akil alias Agil, Adam, Sari, dan Fitri. Para pelaku itu memiliki keahlian masing-masing. Bahkan, Adam, merupakan mahasiswa jurusan farmasi.

Adam, Sari dan Fitri indekos di rumah pelaku utama. Namun karena tak bisa membayar biaya kos maka kompensasinya mereka membantu praktik ilegal Edwin Rahadi. “Jumlah tersangka ini kemungkinan akan bertambah. Sebab masih ada sejumlah orang yang kita kejar,” ujarnya.

Komplotan ecstasy pimpinan Edwin sementara ini diketahui menggunakan dua lokasi pembuatan, di Komplek Suprapto VII Nomor 4 dan rumah Edwin di Jalan Adi Sucipto Nomor 264. Barang bukti sebanyak 1876 butir ecstasy di rumah Jalan Suprapto dan 144 tablet yang ditemukan di rumah Jalan Adisucipto masih diteliti petugas Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Penelitian itu juga, kata Suhadi, dilakukan terhadap sejumlah bahan-bahan kimia dan obat-obatan yang digunakan para tersangka membuat ecstasy. “Mungkin besok (hari ini, red) hasil dari POM itu keluar,” tegasnya.

PABRIK EKSTASI di Pontianak

Minggu, 11 April 2010 , 07:55:00

Edwin Rahadi (memakai baju tahanan berwarna biru) penyiksa dan pembunuh Uray Qori digelandang petugas kepolisian saat olah TKP kedua, kemarin. (FOTO Tomi Fahrurazi/ Equator)
Dua lokasi didatangi tim. Banyak barang bukti baru terungkap. Ecstasy dan bahan baku sabu-sabu di Suprapto. Pengolahannya di Adisucipto. 

PONTIANAK. Sebanyak tujuh orang dari Badan Narkotika Nasional (BNN) diturunkan untuk melakukan uji lapangan penemuan pabrik narkoba milik Edwin Rahadi, Sabtu (10/4). Dibantu puluhan personel Poltabes Pontianak, tim BNN menggeledah di dua tempat.

Kepala Pusat Pengendali Operasi (Kapusdalops) BNN, Brigjen Pol Tommy Sagiman memimpin penggeledahan tersebut. Lokasi pertama yang didatangi adalah rumah ayahanda Edwin di kompleks Suprapto VII Nomor 4. Di rumah ini, BNN memastikan hanya dijadikan tempat penyimpanan narkoba yang sudah jadi dan tempat penyimpanan bahan baku Sabu-sabu.

“Mungkin ada tempat-tempat lain (untuk memproduksi narkoba). Di situ hanya menampung narkoba yang sudah jadi. Artinya dapur bukan di situ,” tutur Tomy usai menggeledah sekitar lima kamar.

Tim BNN datang ke rumah mendiang mantan Sekda itu sekitar pukul 14.30. Selang 15 menit kemudian, Edwin yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pun datang dengan didampingi empat orang pengacaranya, masing-masing Wandi, Agus, Noval, dan Zulifen.

Edwin yang mengenakan celana pendek dan baju biru bertuliskan tahanan Nomor 33 Poltabes Pontianak dibawa masuk ke rumah dengan kedua tangannya diborgol dan dikawal ketat sejumlah aparat kepolisian. Tepat pukul 14.51 tim BNN masuk ke dalam rumah untuk melakukan penggeledahan dengan disaksikan langsung Edwin dan para pengacaranya.

Soal keberadaan alat cetak dan 1.876 butir pil diduga ecstasy yang ditemukan polisi di rumah tersebut, ditegaskan Tommy, sudah dibawa ke Poltabes. “Ada ditemukan precursor-precursor untuk membuat narkoba, tapi itu bukan tempat pembuatan. Itu hanya penyimpanan saja,” tegasnya.

Kepastian bahwa rumah tersebut hanya sebagai penyimpanan diperoleh setelah tim mengamati fakta yang ada di sejumlah ruangan. “Indikasinya, bersih. Kalau dijadikan dapur itu kan kotor,” beber Tomy.

Indikasi lainnya, ruangan yang menjadi tempat ditemukan sejumlah bahan kimia pembuat narkoba itu tidak mengeluarkan bau yang menyengat. “Saat masuk dulunya (saat penangkapan) ada bau, mungkin berasal dari bahan-bahan yang ada di botol-botol kimia itu,” jabarnya.

Saat penggeledahan, tim BNN tidak menemukan bahan-bahan atau cairan kimia untuk membuat ecstasy. Mereka justru menemukan bahan untuk membuat sabu-sabu. “Ada acetone, ada methamphetamine. Itu bahan semua untuk buat sabu. Bahan untuk buat ecstasy ngak ada,” katanya. 

Di Indonesia, barang-barang seperti itu biasanya diimport karena tidak ada pabriknya. Bahan-bahan tersebut juga tidak dijual secara bebas. “Bahan ini harus ada izinnya dari Depkes,” tuturnya.

Usai dari Suprapto, tim BNN kemudian melanjutkan penggeledahan di kediaman Edwin Rahadi di Jalan Adi Sucipto. Di tempat ini, tim mengamankan sejumlah peralatan yang digunakan tersangka memproduksi narkoba. Pasca penggeledahan, Tommy kembali memberi keterangan kepada wartawan. “Tempat masaknya, bikinnya di sini,” ujar Tommy.

Tim BNN sendiri menemukan sejumlah peralatan yang digunakan untuk memasak narkoba. “Ada alat pengering uap, ada tabung reaksi, ada kompor listrik, ada kompor yang pakai timer,” ucapnya.

Kepastian akan tempat pembuatan narkoba ini juga dibenarkan Edwin. “Tadi dia (Edwin, red) juga mengaku di sini. Kita ada menemukan bahan kimia, H2O2 untuk peroxide, ada korek api, dan ada ephedrine,” tukas Tommy sembari mengatakan bahwa tersangka mengaku bahan-bahan tersebut dibeli dari Pasar Pramuka Jakarta dan dibawa ke Kalbar menggunakan kapal laut.

Dari hasil temuan tim di lapangan, tersangka bersama para kroninya meracik narkoba dengan mempelajari sejumlah metode. Di antaranya metode lazars maupun metode nazi. Metode nazi lebih mudah dilakukan karena tidak membutuhkan peralatan yang kompleks. Orang biasa bisa membuatnya asal bahannya tersedia sesuai dengan formulanya,” ucap Karolin, petugas Laboratorium Uji Narkoba BNN Jakarta yang ikut tergabung dalam tim tersebut.

Khusus di Suprapto, pihak BNN menemukan sedikitnya 2 botol lithium ukuran 250 gram. Kemudian ada ephedrine untuk precursor atau bahan utama untuk menghasilkan satu golongan narkotika, yakni sabu-sabu. “Yang saya lihat ephedrine sekitar 20 gram,” tutur Karolin.

Dari hasil pengamatan sementara yang dilakukan tim BNN, pil yang ditemukan di rumah ayahanda Edwin maupun di rumah Edwin adalah sabu-sabu yang sudah ditabletasi. “Pembuatan sabu yang ditabletasi dioplos dengan bahan-bahan lain seperti methamphetamine. Sedangkan uji yang kita lakukan kali ini adalah uji spot (lapangan), kita akan konfirmasi bahannya ke laboratorium di Jakarta,” tukas Karolin.

Kasat Restik Poltabes Pontianak, Kompol Reza Pahlevi enggan berkomentar banyak terkait penggeledahan ini. “Kita sedang dalami. Barang-barang yang ditemukan akan kita jadikan sebagai alat bukti petunjuk,” kata Reza.

Wandi, pengacara tersangka juga enggan berkomentar terkait penggeledahan ini. “Kita mengikuti prosedur saja. Ini kan (penggeledahan) agendanya penyidik. Jadi kita ikuti aja. Kita lihat saja di lapangan,” singkatnya. (bdu/arm)
Flag Counter