Senin, 12 April 2010

PABRIK EKSTASI di Pontianak

Minggu, 11 April 2010 , 07:55:00

Edwin Rahadi (memakai baju tahanan berwarna biru) penyiksa dan pembunuh Uray Qori digelandang petugas kepolisian saat olah TKP kedua, kemarin. (FOTO Tomi Fahrurazi/ Equator)
Dua lokasi didatangi tim. Banyak barang bukti baru terungkap. Ecstasy dan bahan baku sabu-sabu di Suprapto. Pengolahannya di Adisucipto. 

PONTIANAK. Sebanyak tujuh orang dari Badan Narkotika Nasional (BNN) diturunkan untuk melakukan uji lapangan penemuan pabrik narkoba milik Edwin Rahadi, Sabtu (10/4). Dibantu puluhan personel Poltabes Pontianak, tim BNN menggeledah di dua tempat.

Kepala Pusat Pengendali Operasi (Kapusdalops) BNN, Brigjen Pol Tommy Sagiman memimpin penggeledahan tersebut. Lokasi pertama yang didatangi adalah rumah ayahanda Edwin di kompleks Suprapto VII Nomor 4. Di rumah ini, BNN memastikan hanya dijadikan tempat penyimpanan narkoba yang sudah jadi dan tempat penyimpanan bahan baku Sabu-sabu.

“Mungkin ada tempat-tempat lain (untuk memproduksi narkoba). Di situ hanya menampung narkoba yang sudah jadi. Artinya dapur bukan di situ,” tutur Tomy usai menggeledah sekitar lima kamar.

Tim BNN datang ke rumah mendiang mantan Sekda itu sekitar pukul 14.30. Selang 15 menit kemudian, Edwin yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pun datang dengan didampingi empat orang pengacaranya, masing-masing Wandi, Agus, Noval, dan Zulifen.

Edwin yang mengenakan celana pendek dan baju biru bertuliskan tahanan Nomor 33 Poltabes Pontianak dibawa masuk ke rumah dengan kedua tangannya diborgol dan dikawal ketat sejumlah aparat kepolisian. Tepat pukul 14.51 tim BNN masuk ke dalam rumah untuk melakukan penggeledahan dengan disaksikan langsung Edwin dan para pengacaranya.

Soal keberadaan alat cetak dan 1.876 butir pil diduga ecstasy yang ditemukan polisi di rumah tersebut, ditegaskan Tommy, sudah dibawa ke Poltabes. “Ada ditemukan precursor-precursor untuk membuat narkoba, tapi itu bukan tempat pembuatan. Itu hanya penyimpanan saja,” tegasnya.

Kepastian bahwa rumah tersebut hanya sebagai penyimpanan diperoleh setelah tim mengamati fakta yang ada di sejumlah ruangan. “Indikasinya, bersih. Kalau dijadikan dapur itu kan kotor,” beber Tomy.

Indikasi lainnya, ruangan yang menjadi tempat ditemukan sejumlah bahan kimia pembuat narkoba itu tidak mengeluarkan bau yang menyengat. “Saat masuk dulunya (saat penangkapan) ada bau, mungkin berasal dari bahan-bahan yang ada di botol-botol kimia itu,” jabarnya.

Saat penggeledahan, tim BNN tidak menemukan bahan-bahan atau cairan kimia untuk membuat ecstasy. Mereka justru menemukan bahan untuk membuat sabu-sabu. “Ada acetone, ada methamphetamine. Itu bahan semua untuk buat sabu. Bahan untuk buat ecstasy ngak ada,” katanya. 

Di Indonesia, barang-barang seperti itu biasanya diimport karena tidak ada pabriknya. Bahan-bahan tersebut juga tidak dijual secara bebas. “Bahan ini harus ada izinnya dari Depkes,” tuturnya.

Usai dari Suprapto, tim BNN kemudian melanjutkan penggeledahan di kediaman Edwin Rahadi di Jalan Adi Sucipto. Di tempat ini, tim mengamankan sejumlah peralatan yang digunakan tersangka memproduksi narkoba. Pasca penggeledahan, Tommy kembali memberi keterangan kepada wartawan. “Tempat masaknya, bikinnya di sini,” ujar Tommy.

Tim BNN sendiri menemukan sejumlah peralatan yang digunakan untuk memasak narkoba. “Ada alat pengering uap, ada tabung reaksi, ada kompor listrik, ada kompor yang pakai timer,” ucapnya.

Kepastian akan tempat pembuatan narkoba ini juga dibenarkan Edwin. “Tadi dia (Edwin, red) juga mengaku di sini. Kita ada menemukan bahan kimia, H2O2 untuk peroxide, ada korek api, dan ada ephedrine,” tukas Tommy sembari mengatakan bahwa tersangka mengaku bahan-bahan tersebut dibeli dari Pasar Pramuka Jakarta dan dibawa ke Kalbar menggunakan kapal laut.

Dari hasil temuan tim di lapangan, tersangka bersama para kroninya meracik narkoba dengan mempelajari sejumlah metode. Di antaranya metode lazars maupun metode nazi. Metode nazi lebih mudah dilakukan karena tidak membutuhkan peralatan yang kompleks. Orang biasa bisa membuatnya asal bahannya tersedia sesuai dengan formulanya,” ucap Karolin, petugas Laboratorium Uji Narkoba BNN Jakarta yang ikut tergabung dalam tim tersebut.

Khusus di Suprapto, pihak BNN menemukan sedikitnya 2 botol lithium ukuran 250 gram. Kemudian ada ephedrine untuk precursor atau bahan utama untuk menghasilkan satu golongan narkotika, yakni sabu-sabu. “Yang saya lihat ephedrine sekitar 20 gram,” tutur Karolin.

Dari hasil pengamatan sementara yang dilakukan tim BNN, pil yang ditemukan di rumah ayahanda Edwin maupun di rumah Edwin adalah sabu-sabu yang sudah ditabletasi. “Pembuatan sabu yang ditabletasi dioplos dengan bahan-bahan lain seperti methamphetamine. Sedangkan uji yang kita lakukan kali ini adalah uji spot (lapangan), kita akan konfirmasi bahannya ke laboratorium di Jakarta,” tukas Karolin.

Kasat Restik Poltabes Pontianak, Kompol Reza Pahlevi enggan berkomentar banyak terkait penggeledahan ini. “Kita sedang dalami. Barang-barang yang ditemukan akan kita jadikan sebagai alat bukti petunjuk,” kata Reza.

Wandi, pengacara tersangka juga enggan berkomentar terkait penggeledahan ini. “Kita mengikuti prosedur saja. Ini kan (penggeledahan) agendanya penyidik. Jadi kita ikuti aja. Kita lihat saja di lapangan,” singkatnya. (bdu/arm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flag Counter