Sabtu, 22 Juni 2019

Democrazy Policing

Lampiran  Surat  Dirjen  Strahan  Kemhan Nomor   : B  / 853 / II / 2019 Tanggal   :  15  Februari  2019 BAHAN MENHAN “MELURUSKAN  KEMBALI  JATI  DIRI  TNI  DAN  MEWASPADAI  KAJIAN  ILMIAH DEMOCRATIC  POLICING” (Sebuah  catatan  kritis  terhadap  buku  Democratic  Policing   oleh  Kapolri  Jenderal  Pol  M.  Tito  Karnavian  dan  Prof.  (Ris)  Hermawan  Sulistyo,  PhD  ) PROBLEMATIKA  FRASA  “PERTAHANAN  KEAMANAN”  BERDAMPAK  PADA SULITNYA  MEMBANGUN  SISTEM  KEAMANAN  NASIONAL Pendahuluan Akhir-akhir  ini  sepertinya  kognisi  masyarakat  sedang  digiring  pada pemahaman  bahwa  militer  bukan  bagian  dari  aktor  “keamanan”.  Di  dalam beberapa  buku  yang  beredar,  terdapat  ulasan  yang  menterjemahkan  secara  sempit bunyi  peraturan  yang  ada  dimana  menyimpulkan  bahwa  TNI  hanya  bertanggung jawab  pertahanan  sedangkan  Polri  bertanggung  jawab  tentang  keamanan.  Hal  ini diperkuat  dengan  adanya  wacana  Polri  akan  mendirikan  universitas  yang dinamakan  “Universitas  Keamanan”.  Padahal  kata  “keamanan”  akan  sangat  luas cakupannya,  dan  jika  dibaca  dengan  seksama  peraturan  dan  undang-undang  yang berlaku  apalagi  dihubungkan  dengan  teori  maupun  aturan-aturan  yang  berlaku  di banyak  negara,  tidak  mungkin  bisa  memisahkan  pengertian  frasa  “pertahanan  dan keamanan”  secara  hitam  putih  seperti  itu.  Pemisahan  pengertian  frasa “pertahanan  dan  keamanan”  seperti  ini  tentunya  akan  memberikan  konsekuensi fatal,  karena  kita  semua  tidak  akan  bisa  merancang  dan  menyusun  sistem keamanan  nasional  yang  sangat  dibutuhkan  bangsa  dan  negara  ini,  dihadapkan dengan  tantangan  dan  ancaman  terhadap  kehidupan  berbangsa  bernegara  serta tegaknya  kedaulatan  dan  eksistensi  negara  saat  ini  dan  ke  depan. Sebelum  membahas  persoalan  diatas,  ada  baiknya  dikupas  sedikit  tentang perkembangan  pemahaman  tentang  konsep  keamanan.  Paradigma  tentang keamanan  mengalami  transformasi  dan  berkembang  mencakup  dimensi  yang  semakin luas.  Pada  awalnya  konsep  keamanan  hanya  identik  dengan  fungsi  pertahanan  yang dilaksanakan  oleh  militer,  karena  saat  itu  yang  dianggap  sebagai  ancaman  yang  dapat menghancurkan  sebuah  negara  hanyalah  serangan/aspek  militer,  sehingga  respons militer  (defence)  adalah  satu-satunya  yang  bisa  mengamankan  negara.  Oleh  karena  itu keamanan  negara  (state  security)  selalu  diidentikan  dengan  pertahanan/militer.  Namun setelah  perang  dingin,  terjadi  pergeseran  persepsi  tentang  ancaman.  Spektrum ancaman  berkembang,  dimana  yang  bisa  berpengaruh  bahkan  bisa  menghancurkan eksistensi  sebuah  negara  bukan  hanya  ancaman  militer,  namun  ancaman  non militer  seperti  ideologi,  politik,  ekonomi,  sosial  budaya,  Keselamatan  Umum  dan Legislasi  atau  campuran  militer-non  militer  (hibrida).  Di  sisi  lain  paradigma  keamanan berkembang  tidak  hanya  berorientasi  pada  keamanan  negara  (state  centered  security) untuk  menghadapi  ancaman  tradisional/militer  semata,  akan  tetapi  juga  ditujukan  untuk melindungi  keamanan  dan  keselamatan  umat  manusia  dari  situasi  dan  kondisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flag Counter