Jum'at, 30 April 2010 , 05:22:00
Dana yang terhimpun dari Samsat Corner Pontianak diharapkan tidak digelapkan. (Dokumen JPNN)
Sektor pajak sangat rentan digerogoti. Dispenda Kalbar tengah disorot, menyusul temuan BPK atas penyimpangan upah pungut pajak. Siapa bertanggungjawab?
PONTIANAK. Kejanggalan pengelolaan dana pajak di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalbar tercium Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalbar. Pada 2008 diketahui terdapat separuh lebih dari upah pemungutan pajak sebesar Rp 18,9 miliar, diduga dikorupsi.
“Yang terindikasi korupsi sekitar Rp 9 miliar lebih,” ujar Drs Mudjijono, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalbar didampingi Sigit, Kasubag Humas BPK Perwakilan Kalbar kepada Equator, Kamis (29/4).
Berdasarkan perhitungan, biaya penggunaan upah pungut pajak itu terbagi dalam beberapa item temuan meliputi penggunaan biaya upah pemungutan pajak yang digunakan untuk pinjaman, pembayaran honor pegawai pemungut pajak yang ganda, serta penggunaan untuk aparat provinsi yang tidak didukung bukti sah.
Berdasarkan perhitungan, biaya penggunaan upah pungut pajak itu terbagi dalam beberapa item temuan meliputi penggunaan biaya upah pemungutan pajak yang digunakan untuk pinjaman, pembayaran honor pegawai pemungut pajak yang ganda, serta penggunaan untuk aparat provinsi yang tidak didukung bukti sah.
Selain itu, untuk honorarium dan bantuan khusus kepada aparat Dispenda, kegiatan operasional, bantuan perorangan, serta bantuan organisasi. “Semuanya terindikasi merugikan keuangan Negara,” kata pria berkacamata itu.
Terungkapnya dugaan penyelewengan biaya pemungutan pajak daerah ini berawal dari audit regular yang dilakukan BPK Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemprov Kalbar tahun 2008. Terhadap laporan keuangan yang diserahkan pertengahan tahun 2009 lalu itu, BPK Perwakilan Kalbar memberi predikat Disclaimer Opinion (DO) alias tidak menyatakan pendapat.
Terungkapnya dugaan penyelewengan biaya pemungutan pajak daerah ini berawal dari audit regular yang dilakukan BPK Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemprov Kalbar tahun 2008. Terhadap laporan keuangan yang diserahkan pertengahan tahun 2009 lalu itu, BPK Perwakilan Kalbar memberi predikat Disclaimer Opinion (DO) alias tidak menyatakan pendapat.
Penyebab DO, BPK menemukan sejumlah penggunaan keuangan Pemprov Kalbar yang bermasalah. Temuan itu ada yang mencakup penggunaan keuangan di sejumlah Struktur Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk Dispenda, serta penggunaan keuangan untuk kepentingan sosial, seperti Bantuan Sosial (Bansos).
Terhadap temuan biaya pemungutan pajak di Dispenda ini, BPK Perwakilan Kalbar sudah melakukan audit lanjutan dengan sebutan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Saat ini hasil PDTT sudah dibuat resumenya oleh BPK Perwakilan Kalbar. Hasil resume sedang diperdalam BPK Pusat untuk selanjutnya diserahkan ke aparat penegak hukum.
Terhadap temuan biaya pemungutan pajak di Dispenda ini, BPK Perwakilan Kalbar sudah melakukan audit lanjutan dengan sebutan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Saat ini hasil PDTT sudah dibuat resumenya oleh BPK Perwakilan Kalbar. Hasil resume sedang diperdalam BPK Pusat untuk selanjutnya diserahkan ke aparat penegak hukum.
“Kita belum mengetahui secara persis kapan BPK Pusat akan menyerahkannya ke aparat hukum. Yang jelas hasil audit itu sudah kita serahkan ke BPK Pusat,” pungkas Mudjijono.
Ketua Komisi A DPRD Kalbar bidang Hukum dan Pemerintahan, H Retno Pramudya SH berjanji akan menindaklanjuti temuan BPK ini. “Kita akan koordinasi dengan Komisi B (bidang Perekonomian) untuk menjadwalkan rapat gabungan dengan Dispenda,” kata Retno kepada Equator, tadi malam.
Selain mengadakan pertemuan, Retno juga meminta agar aparat hukum di daerah, baik Kejaksaan maupun Kepolisian tidak tutup mata terhadap persoalan tersebut. “Jika memang ada indikasi korupsi, Polda dan Kejaksaan harus bertindak. Segera lakukan penyelidikan,” tukas politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.
Kepala Dispenda Kalbar, Drs Darwin Muhammad yang dikonfirmasi terpisah mengaku sudah mengetahui temuan tersebut. Namun ia terkesan enggan mengarahkan temuan itu dengan perilaku korupsi.
Menurut Darwin, temuan itu berada pada sektor penerimaan pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). “Sesuai aturan, dari target penerimaan pajak (Rp 18,9 miliar) kita berhak mengelola biaya upah pungut sebesar 5 persen,” kata Darwin.
Dalam pengelolaan tersebut, jelas Darwin, pihaknya berpegang pada Surat Keputusan (SK) Mendagri nomor 35 Tahun 2002 tentang Pengaturan Biaya Upah Pungut Pajak Daerah. Atas dasar itu, ada sejumlah biaya pungutan pajak yang mereka pinjamkan di lingkungan internal Dispenda.
“Karena ada pinjaman yang belum dikembalikan dalam satu tahun anggaran, maka menjadi temuan BPK. Tapi dari beberapa pinjaman, sudah ada yang dikembalikan. Sementara yang belum mengembalikan juga sudah kita surati,” bebernya.
Terkait pembayaran honor petugas pemungut pajak yang terkesan ganda, Darwin menegaskan, itu terjadi karena adanya penerbitan SK untuk pegawai tertentu. “Misalnya kita buat SK untuk panitia satu kegiatan, ternyata ini juga menjadi temuan BPK,” kata Darwin mencontohkan.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP), Syafarani Daniel SE MM yakin indikasi korupsi dalam pengelolaan biaya pemungutan pajak di Dispenda ini tidak akan memengaruhi animo masyarakat Kalbar membayar pajak.
“Saya pikir tidak akan memengaruhi animo masyarakat bayar pajak. Di tingkat nasional banyak kasus pajak yang terungkap, tapi animo masyarakat bayar pajak tetap tinggi,” kata mantan anggota Komisi B DPRD Kalbar periode 2004-2009 ini membandingkan. (bdu)
Ketua Komisi A DPRD Kalbar bidang Hukum dan Pemerintahan, H Retno Pramudya SH berjanji akan menindaklanjuti temuan BPK ini. “Kita akan koordinasi dengan Komisi B (bidang Perekonomian) untuk menjadwalkan rapat gabungan dengan Dispenda,” kata Retno kepada Equator, tadi malam.
Selain mengadakan pertemuan, Retno juga meminta agar aparat hukum di daerah, baik Kejaksaan maupun Kepolisian tidak tutup mata terhadap persoalan tersebut. “Jika memang ada indikasi korupsi, Polda dan Kejaksaan harus bertindak. Segera lakukan penyelidikan,” tukas politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.
Kepala Dispenda Kalbar, Drs Darwin Muhammad yang dikonfirmasi terpisah mengaku sudah mengetahui temuan tersebut. Namun ia terkesan enggan mengarahkan temuan itu dengan perilaku korupsi.
Menurut Darwin, temuan itu berada pada sektor penerimaan pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). “Sesuai aturan, dari target penerimaan pajak (Rp 18,9 miliar) kita berhak mengelola biaya upah pungut sebesar 5 persen,” kata Darwin.
Dalam pengelolaan tersebut, jelas Darwin, pihaknya berpegang pada Surat Keputusan (SK) Mendagri nomor 35 Tahun 2002 tentang Pengaturan Biaya Upah Pungut Pajak Daerah. Atas dasar itu, ada sejumlah biaya pungutan pajak yang mereka pinjamkan di lingkungan internal Dispenda.
“Karena ada pinjaman yang belum dikembalikan dalam satu tahun anggaran, maka menjadi temuan BPK. Tapi dari beberapa pinjaman, sudah ada yang dikembalikan. Sementara yang belum mengembalikan juga sudah kita surati,” bebernya.
Terkait pembayaran honor petugas pemungut pajak yang terkesan ganda, Darwin menegaskan, itu terjadi karena adanya penerbitan SK untuk pegawai tertentu. “Misalnya kita buat SK untuk panitia satu kegiatan, ternyata ini juga menjadi temuan BPK,” kata Darwin mencontohkan.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP), Syafarani Daniel SE MM yakin indikasi korupsi dalam pengelolaan biaya pemungutan pajak di Dispenda ini tidak akan memengaruhi animo masyarakat Kalbar membayar pajak.
“Saya pikir tidak akan memengaruhi animo masyarakat bayar pajak. Di tingkat nasional banyak kasus pajak yang terungkap, tapi animo masyarakat bayar pajak tetap tinggi,” kata mantan anggota Komisi B DPRD Kalbar periode 2004-2009 ini membandingkan. (bdu)
Pungutan Pajak Daerah
1 Digunakan untuk pinjaman Rp 1,9 miliar
2 Pembayaran honor pemungut petugas pajak yang bersifat ganda Rp 183 juta
3 Digunakan untuk aparat provinsi yang tidak jelas peruntukannya dan tidak didukung bukti yang sah Rp 1,3 miliar
4 Untuk honorarium dan bantuan khusus kepada aparat Dispenda Rp 154 juta
5 Keperluan kegiatan operasional Dispenda yang tidak didukung bukti sah Rp 3 miliar.
6 Bantuan kepada perorangan Rp 2,8 miliar
7 Bantuan untuk organisasi Rp 260,8 juta
Sumber BPK Perwakilan Kalbar